Selasa, 03 November 2009

FIQH IMARATUL-MASAJID (bag. terakhir dr 4 tulisan)

KANDUNGAN HUKUMNYA

I. Apakah yang dimaksud dengan “Imaratul-masjid” dalam ayat ini?

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan “IMARATUL- MASJID” dalam ayat ini adalah membangun, memperkokoh, dan memperbaiki bagian-bagian yang rusak. Inilah yang disebut dengan “IMARAH HISSIYAH” (memakmurkan secara fisik/inderawi). Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi saw. yang berbunyi: “Barangsiapa membangun masjid karena Allah walaupun seperti sangkar burung qathah maka Allah swt. akan membangunkan baginya rumah di surga”.

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa “MEMAKMURKAN MASJID” adalah dengan shalat, ibadah dan berbagai macam “QURBAH” (amal-amal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah swt.). Sebagaimana firman-Nya: “Di masjid-masjid yang oleh Allah telah diidzinkan untuk didirikan dan disebutnya asma-Nya di dalamnya”. (QS. An Nur : 36)

Inilah yang disebut dengan “IMARAH MAKNAWIYAH”, yang merupakan tujuan utama didirikannya masjid-masjid. Dan kiranya selaras untuk membawa ayat ini kepada dua pengertian tersebut, yaitu HISIYAH (fisik) dan MAKNAWIYAH (moril. Inilah yang dipilih oleh Jumhur Ulama, karena lafal ayat tersebut memang menunjukkan demikian.

Abu Bakar Al Jashash berkata : “Memakmurkan masjid itu ada dua macam, yaitu: mengunjungi dan singgah (i’tikaf) di dalam masjid dan membangun serta merehab bagian-bagian yang rusak. Demikian itu karena kata-kata ‘ightamara artinya ‘idzadzara (berkunjung). Senada dengan itu ialah kata ‘umrat yang artinya dziyaratul-bayti (mengunjungi baitullah). Perkataan : fulanaa min_’ummaril-masajidi
maksudnya adalah si Fulan itu sering-sering berjalan menuju ke masjid-masjid.

Ayat tersebut menyatakan dilarangnya orang-orang kafir masuk ke masjid-masjid, membangun, mengurusi kepentingan-kepentingannya. Sebab lafal ayat di atas memang menunjukkan dua pengertian itu.


II. Apakah yang dimaksud dengan kata “MASJID” dalam ayat tersebut?

(1) Sebagian Ulama mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah ‘MASJIDIL HARAM”, sebab ia adalah berupa MUFRAD ALAM yang lebih sempurna dan utama serta menjadi kiblat seluruh masjid. Sababun Nuzulnya mendukung pendapat ini, dan ini diriwayatkan juga dari Ikrimah serta dipilih oleh sebagian Ulama Muhaqqiqin, karena ada bacaan IFRAD.(bentuk mufrad/tunggal) : ‘an_ya’muruw masjidallah artinya: “Memakmurkan masjid Allah”.

(2) Ulama yang lain mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah seluruh masjid, sebab kata MASAJID aalah berbentuk jamak’ yang di-IDHAFAH-kan, sehingga menunjukkan pengertian yang umum, dan MASJID AL HARAM termasuk di dalamnya pada urutan yang pertama kali. Seperti jika kita mengatakan :Fulanaa layaqra’u kutuballah artinya: “Si Fulan tidak membaca kitab-kitab Allah swt.” Termasuk di dalamnya adalah Al-Qur’an, pada peringkat utama.

Aku (Muhammad Ali Ash-Shabuni) berkata : “Inilah pendapat yang benar dalam ayat yang mulia ini. Karena shighat (bentuk kalimat)nya menujukkan kepada pengertian umum. Karena itu, tidaklah patut bagi orang-orang musyrik memakmurkan salah satu masjid Allah swt. dengan berbagai macam kemakmuran, sebab “kufur” itu sudah meniadakannya. Sebagaimana pula mereka tidak layak memasuki tempat-tempat yang suci ini, seperti dikatakan oleh Imam Malik ra. Dan mengenai hukum masuknya orang-orang musyrik ke dalam masjid akan dijelaskan dalam ayat-ayat berikut ini.


III. Bolehkah minta bantuan orang kafir dalam membangun masjid?

Bertitik tolak dari ayat ini, sebagian ulama ada yang berpendapat, bahwasannya tidaklah boleh minta bantuan kepada orang kafir dalam membangun masjid. Sebab itu termasuk memakmurkan dalam bentuk HISIYAH (fisik), padahal Allah swt. telah melarang memperkenankan orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid (rumah-rumah Allah).

Dan jelasnya bahwa minta bantuan orang kafir (dalam membangun masjid) itu adalah boleh. Sedang yang dilarang ialah penguasaannya dan mengatur segala urusannya secara mandiri, seperti memangku jabatan “Nadhir Masjid” atau pengurus harta waqaf. Adapun minta bantuan orang kafir dalam hal pekerjaan yang tidak ada kaitannya dengan kekuasaan, seperti mengukir batu, membangun dan mengukir kayu, maka tidak ada larangan. Ini adalah pendapat Jumhur Fuqaha’.


KESIMPULAN PETUNJUK AYAT

a. Amal-amal kebaikan yang timbul dari orang-orang musyrik tidak ada pahalanya, karena kekufuran dan kemusyrikan, berdasarkan firman Allah swt.: artinya: “Dan Kami datangi amal-amal mereka itu, lalu Kami menjadikannya (laksana) debu yang berhamburan”. (QS. AL Furqan, 23.)

b. Memakmurkan masjid patut sekali bagi ahlul-iman yang mengagungkan kemuliaan-kemuliaan Allah swt.

c. Wajib bersikap ikhlas, baik dalam ucapan dan perbuatan.

d. Hendaknya tujuan utama membangun masjid adalah mencari ridha Allah swt., bukan untuk pamer (riya’) dan sum’ah (supaya harum namanya).

Dikutip dari kitab: WAR'I'UL-BAYAN, TAFSIRU AYATIL-AHKAMI MINAL-QUR'AN, Juz !, Bab Imaratul-Masajid, Syaikh Muhammad 'Ali Ash-Shabuni


HATIKU DI MASJID - Admin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar