Selasa, 27 Oktober 2009

Pacaran Setelah Menikah


Sebenarnya Buhlul Al-Jawi sudah tertarik kepada wanita semenjak SD. Ketertarikan itu memuncak setelah dewasa, namun imannya masih mampu mengendalikan gejolak syahwatnya dengan rajin berpuasa sunnah dan aktif dalam kegiatan dakwah.

Maka di tengah semaraknya remaja berboncengan, berpacaran, bermesraan justru ia gunakan untuk kegiatan yang lebih membersihkan hati. Dengan demikian ia mengerti dan mampu membedakan antara cinta dan gejolak syahwat.

Pada suatu hari teman lamanya yang baru menikah mendatangi Buhlul Al-Jawi dan menanyakan apakah mempunyai keinginan menikah. Buhlul Al-Jawi menjawab tegas, ”Kalau keinginan itu sudah sejak SD. Namun yang cocok menjadi jodoh itu perkara yang kini sedang dipikirkannya.”

Rupanya teman tersebut ingin memperkenalkan dengan seorang akhwat. Maka gayung bersambut terjadi. Dan ditentukanlah hari H maupun tempat ta’aruf. Rencana sudah diatur sedemikian rupa sehingga dapat berjalan mulus di rumah seorang teman. Sang akhwat malu dan tidak memasuki ruang tamu yang sedianya untuk ta’aruf, melainkan di kamar sebelah.

Sedangkan Buhlul, saat itu, hatinya berbedar kencang sambil menundukkan muka. Maka kenalan terjadi secara bil ghaib, yakni tidak bin-nadhar (saling bertatapan wajah) dalam satu ruangan dan hanya terjadi pembicaraan sederhana di balik triplek ruang tamu.

Di balik kesederhanaan itu, terjadi degupan luar biasa di antara dua insan yang sedang kenalan tersebut. Tidak ingin bertele-tele, Buhlul Al-Jawi bertekad meminang gadis itu dengan bertemu bapak ibunya.

Seminggu berikutnya, ia melamarnya dengan harapan dapat melihat akhwat tersebut ketika menyuguhkan minuman di ruang tamu. Pada kesempatan itupun akhwat tersebut tidak hadir diruang tamu, melainkan ibunya yang menghidangkan makanan.

Dengan hati berbunga-bunga sekaligus ada sedikit was-was, Buhlul Al-Jawi tetap meminangnya. Degupan jantung Bahlu semakin keras tatkala khitbahnya diterima oleh orangtua dari sang gadis misterius itu.
Pada acara akad nikah, tangan Buhlul Al-Jawi gemetar dalam genggaman bapaknya gadis yang dipinangnya. Perkataan dalam ijab orang tua tersebut dijawabnya, “Qabiltu nikahaha…” Seusai jawaban suci dalam ijab-qabul pernikahan, Buhlul Al-Jawi ditarik abang kandung dari sang gadis menuju kamar khusus pengantin yang hanya dihuni oleh sang gadis dalam pakaian indah pengantin.

Si Buhlul Al-Jawi dipersilakan masuk menemui gadis yang sekarang ini telah sah menjadi istrinya. Kemudian abang itu meninggalkan kedua pengantin tersebut berdua di kamar. Buhlul Al-Jawi hampir pingsan menghadapi pertemuan pertama yang menggembirakan dan amat menakjubkan.

Kekhawatiran tentang cacat fisik sang gadis terbuang jauh. Dan malam itu sebagai awal dari hangatnya pacaran setelah nikah. Masya Allah! Masya Allah! Masya Allah!


Sumber: Buku Dengan Ayat-ayat Cinta, Buhlul Al-Jawi ke Masjid, Kisah ke-25, Penerbit Masjid Press, Yogyakarta, 2009

Mengapa di dalam ta'aruf, mereka tidak menggunakan kesempatan untuk saling memandang (bi nadhar)? Ikuti kisah berikutnya dalam topik yg akan datang.

4 komentar:

  1. hemmm, suci dan nyar'i, tp tetap asyik

    BalasHapus
  2. memang nikmatnya pacaran setelah menikah membuat kita tidak takut berbuat di luar batas.
    siiip...

    BalasHapus
  3. Lucky Club Casino Site | Latest News and Events
    Lucky Club Casino is a casino and game developer from the renowned South Africa Group. Lucky club is a new online casino founded in 2000. luckyclub With a big focus on

    BalasHapus